Pages

Di Kala Senja Menyapa.....


Siang ini matahari begitu terik, "Panas" ya kata-kata itulah yang sering diucapkan oleh orang-orang yang melewatiku siang ini. Panas, ya terserahlah yang orang-orang katakan. Biarpun panas aku harus tetap bersyukur karena ada satu sahabat yang selalu menemaniku. Sahabat yang selalu mengerti aku, sahabat yang selalu menceritakan semua yang tidak aku ketahui. Biarlah orang mengatakan panas, gerah atau kata apapun itu. Kalian tak akan pernah mengerti, betapa bahagianya aku setiap sore hari terdapat sesuatu yang sanagt indah indah, tidak-tidak kata itu tidak cukup. Sesuatu yang sangan indah berwarna keemasan sebelum malam datang, "Senja" sahabatku menyebutnya senja. Sejak saat itu aku menyebutnya senja. Senja, ya senja yang begitu indah.

Suatu sore aku melihat sosok itu, sosok yang berjalan mendekatiku, sosok yang aku liat sebagai  seorang pria, pria yang berkaca mata. Dia mendekatiku. Duduk di bawahku. Entah perasaan apa yang tiba-tiba menyergapku. Perasaan yang aneh. Dia hanya termanggu memandangi langit yang begitu indah itu. "Senja" aku menyebutnya dengan senja. Terlihat seuntai senyuman di bibirmu. Perasaan itun menyergapku lagi. Entah apa itu. Sore iu terlewati dengan indah, Aku menikmati senja bersama sahabatku, dan tentunya bersamamu. :)


Semenjak saat itu, kau rutin mengunjungiku, setiap sore, menghabiskan senja bersamaku dan sahabatku. Aku sangat bahagia menikmat saat-saat itu.
Aku sangat menikmati hari-hari itu. Ketika senja mulai menghilang digantikan dengan malam, kau pergi meninggalkanku, tapi tak apa masih ada sahabat yang selalu menemaniku. Aku akan selalu menantikan kehadiranmu, pria berkaca mataku.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan pun berganti, dan kau tetap rutin mengunjungiku pria berkaca mataku. Setelh pria berkaca mata itu pergi, datang segerombolan manusia menghampiriku bersama sahabatku. Mereka tertawa-tawa di bawahku sambil meminum minuman entah apa itu. Mereka tertawa-tawa, dan hal yang paling tidak aku duga mereka membawa sahabatku pergi. Mereka membawanya, sahabatku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa termangu, tanpa bisa menolong sahabatku yang aku tau dia pasti meronta-ronta dalam diamnya. Sahabatku....

Seperginya sahabatku hari-hariku sepi, tidak ada teman mengobrol lagi, tidak ada yang memberi tahuku mengenai semuanya. Hanya kaulah yang selalu ku nanti pria berka mata. Ingin rasanya aku meluapkan perasaanku, menangis di depanmu, memelukmu sambil mengadu bahwa sahabatku hilang, sahabatku pergi, oleh entah siapa segermbolan manusia itu.

Hari demi hari, walaupun sepi aku cuma bisa berdiam disini, menikmati senja di sore hari, bersamamu, pria berkaca mataku dengan seuntai senyum di pelupuk bibirmu, senyum yang tak biasa, senyum yang aneh, tapi tak apa aku tetap bisa menikmatinya. Saat malam tiba kaupun mulai meninggalkan aku. Sedih, tapi tak apa, ada hari esok, ya ada hari esok dimana kau akan mengunjungi ku. 

Sudah dua minggu pria berkaca mata itu tidak mengunjungiku. Sepi rasanya tanpa pria berkaca mata dan sahabatku. Aku hanya bisa termanggu disini menikmati senja ini tanpamu, pria berkaca mataku

Sore itu pria berkaca mata itu datang menemuiku, ku kira dia datang menemuiku, tetapi ada pemandangan lain yang janggal di mataku, dia membawa manusia lain, dia membawa wanita, ya seorang wanita. Aku hanya bisa diam dan terpaku melihat mereka berdua. Pria berkaca mata itu menutup mata wanita itu sampai senja menyapa baru pria itu melepaskan tangannya. Aneh dia tidak mengindahkanku sama sekali. Seuntai senyuman ku lihat di bibirmu juga di bibir wanitamu. Dari dalam saku pria itu mengeluarkan sebuah benda, aku gak tau benda itu apa, hanya sebuah benda bulat lalu kau pasangkan benda itu di tangan wanita itu. 

Perasaan aneh kembali menyergapku, marah, sedih bercampur jadi satu. Aku tidak bisa menimati senja sore itu, karena di bawahku mereka bercumbu, bercumbu tanpa mengindahkanku. Semenjak itu kau semakin jarang menemuiku,  hari demi hari, minggu, bulan, sampai tak terasa sudah dua tahun kau tidak menemuiku, Hampa ya hampa perasaan itulah yang aku rasakan... Aku hanyalah benda mati yang tak bisa mengungkapkan perasaanya, aku hanya bisa mencintaimu dalam diam, pria berkaca mataku.

Malam itu, segerombolan manusia itu datang menghampiriku, segerombolan orang yang telah mengambil sahabatku, sebuah bangku yang selalu menemani hari-hariku. segerombolan manusia itu datang dengan membawa barang-barang yang aku tidak tau itu apa, Mereka tertawa-tawa sebelum melukaiku. Mereka mulai memotong-motong tubuhku. Sakit, yang sakit itulah yang kurasakan saat mereka memotong-motong aku. Tapi  apa yang bisa dilakukan oleh sebuah pohon tua sepertiku, aku hanya bisa meraung dalam diam, sampai ajal mencabut nyawaku. Menyesal, yanh satu kata itu yang masih merasuk ke dalam sukmaku, karena aku tidak bisa mengucapkan selamat tinggal kepada sahabatku dan pria berkaca mata itu.

Jiwaku melayang menuju langit biru, sampai keesokan hari pria berkaca mata itu menemuiku. Ya, tentu saja dia tidak menemukanku. Dia hanya menemukan potongan-potongan tubuhku. Senja itu ia nikmati sendiri, sempat kulihat air mata mengalir membahasi pipi pria berkaca mata itu.....

Sumber: http://pushphita.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar