Pages

Belajar ‘Pengabdian’ dari B.J Habibie dan N-250

Siapa yang tidak tahu B.J Habibie?
Seluruh dunia pun tahu, ilmuwan asli Indonesia ini orang pertama yang membawa harum dan mengangkat derajat nama bangsa ke kancah dunia internasional di bidang teknologi khususnya dunia kedirgantaraan. Ia seorang ilmuwan yang diakui dunia. Beliaulah ‘Bapak pesawat’ aset bangsa ini yang telah menelurkan banyak generasi penerus yang handal dari eranya hingga sekarang. Ia seorang mantan Menristek, Wakil Presiden dan Presiden RI juga menjadi seorang Indonesia yang membanggakan negri ini. Belakangan, ia juga menjadi sosok yang diidamkan oleh banyak khalayak masyarakat melihat sosok pribadi sebagai pasangan dan ayah ideal oleh maraknya film Habibie dan Ainun. Film yang diangkat dari buku best seller ‘Habibie dan Ainun’ yang menjadi catatannya Pak Habibie untuk lolos dari ‘Black Hole’-nya pasca ditinggal sang istri ibu Hasri Ainun Habibie, menjadi konsumsi banyak masyarakat. Tak ayal, saya pun kecipratan ‘demam’ ini bukan apa-apa setidaknya kita banyak belajar dari perjuangan dan kisah hidup beliau yang sebagian hidupnya diabdikan untuk bumi pertiwi, tanah air Indonesia.
Dari buku “Biografi B.J. Habibie” yang saya baca, ada banyak hal menarik dan kisah yang meneladankan kita para pembacanya. Termasuk bagaimana kita belajar darinya tentang sebuah pengabdian hidup untuk negri ini, untuk ummat dan generasi penerus.
Dengan latar belakangnya sebagai ilmuwan dibidang teknologi, ia karyakan dirinya untuk pengabdian pada negri ini. Beliau pernah bilang pada suatu ketika diangkat menjadi Ketua ICMI untuk pertama kalinya "saya hanya seorang insinyur yang bisa membuat kapal terbang dan memimpin pembangunan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kalau perlu mendobrak sesuatu". dan jelaslah sudah, dari pernyataan itulah B.J Habibie mampu membuktikan dengan terlahirnya N-250. Sebuah pesawat terbang tercanggih buatan putra-putri Indonesia, pesawat yang diperhitungkan kecanggihannya oleh dunia. First flight pesawat perdana yang diterbangkan pada 10 Agustus 1995 yang menjadi tonggak awal kebangkitan teknologi Indonesia (Hari Kebangkitan Teknologi Indonesia) ini telah membanggakan kita sebagai warga negara tanah air. Betapa lega dan terharunya kala itu, ketika sesaat setelah pesawat N-250 melesat ke udara, beribu dan berjuta pasang mata yang menyaksikan langsung maupun lewat layar TV merasa lega, tak terkecuali Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto kala itu meneteskan airmata . Mereka saling berpeluk cium, melafalkan hamdallah dan pekik takbir, bersyukur dan memuji keagungan Allah atas karunia besar yang diberikan kepada bangsa Indonesia.

Pada hari Kamis bersejarah itu, apa yang diharapkan B.J Habibie dan seluruh bangsa Indonesia menjadi kenyataan. Ditengah ketegangan dan rasa ketidakpastian berjuta pasang mata, maka N-250 melesat mengudara seolah membawa harapan berjuta rakyat Indonesia. Dengan kegagahan layaknya tokoh wayang “Gatotkoco”, N-250 menjelajahi langit Parahyangan sekaligus memupus kesangsian setiap mata yang menyaksikan. Bukan sebuah kebetulan dan bukan tanpa perjuangan dan tekad yang kuat N-250 ini mampu lahir dari tangan-tangan terampil anak bangsa. 10 tahun sudah N-250 digodok di “Kawah Candradimuka” IPTN Bandung. Tuh kan….bagaimana kita bisa membayangkan perjuangannya tanpa henti selama 10 tahun untuk mampu memuaskan bangsa sendiri. 10 tahun bukanlah waktu yang singkat, butuh kesabaran ekstra dan keyakinan yang melangit dengan kerja keras tanpa henti.
Tetapi bagi B.J Habibie ada yang lebih penting dari semua itu. Teringat akan sebuah sumpah yang pernah ia tulis ketika dalam keadaan sakit dan harapan hidup yang tipis ketika menjadi mahasiswa di Aachen, Jerman. Dalam suasana tanpa kepastian hidup (perlu diketahui beliau pernah koma dan masuk ruang mayat 3 kali karena begitu berat sakit yang dideritanya kala itu), timbul sesuatu yang bagaikan mukjizat, sebuah semangat yang menggelora dalam dirinya untuk mempersembahkan pengabdiannya pada tanah air. Tetapi bagaimana? Ia sendiri tengah terbaring tak berdaya di rumah sakit. Ia tiba-tiba tergerak menyampaikan sumpah yang ditulisnya dalam bentuk puisi yang berjudul “Sumpahku”.
Sumpahku!!!
"Terlentang!
Djatuh! Perih! Kesal!
Ibu Pertiwi
Engkau pegangan
Dalam perdjalanan
Djanji pusaka dan sakti
Tanah tumpah darahku
Makmur dan sutji
………………..
………………..
………………..
Hantjur badan
tetap berdjalan
djiwa besar dan sutji
membawa aku……padamu!!!!”
Ternyata sumpah inilah, yang selalu memberinya motivasi. Sumpah ini tidak sekedar kata-kata puitis, baginya sumpah ini adalah pernyataan sikap dan penyerahan diri kepada bangsa dan tanah air. Dari penyerahan diri secara total itulah yang memecutnya bahwa jika Tuhan memperkenankan sisa hidupnya untuk berbakti, ia akan pasrahkan semata-mata untuk tanah air dan bangsa. Karena smua itu adalah anugrah dari Sang Khalik.
Luar biasa….itulah yang menjadi pelecut ‘hidupnya’ B.J Habibie untuk negri ini. dan satu tugas besar yang menjadi cita-cita B.J Habibie itu terlaksana sudah. "Saya benar-benar merasa lega sekarang. satu tugas lagi yang telah saya selesaikan. Rasanya bila sekarang saya harus pensiun pun saya sudah siap", katanya ketika N-250 telah mampu mengudara dengan suksesnya.
Ia telah mewariskan sesuatu kepada generasi penerusnya; mungkin sebuah ilmu, dedikasi, motivasi, kerja keras, keyakinan, keberanian, determinasi dan pengabdian untuk negri.  Lalu…apa yang akan kita wariskan untuk negri ini? Apa yang akan kita lakukan saat ini? sebagai generasi yang jauh dari eranya dulu, bukan kemudian kita terlena atas ‘kesuksesan’ jaman dulu tapi ia harus dihantarkan dengan kesuksesan yang akan datang. Bukan siapa-siapa lagi, kitalah pengisi kesuksesan itu. Kita tidak tahu 2045-saat bangsa ini menjabat usia satu abad-nanti bangsa ini akan menjadi apa, tapi kita akan tahu kelak ia akan menjadi bangsa yang mapan oleh kerja-kerja kita hari ini.
Selamat mengabdi…
sumber :  http://sangpetualang.tumblr.com

0 komentar:

Posting Komentar