
Sebelumnya, Malaysia juga telah beberapa kali mengakui kebudayaan asli Indonesia. Sebut saja, Tari Pendet, alat musik Angklung, Kain Ulos, Lagu Jali-Jali, Motif Batik Parang dan lain sebagainya. Catatan Gerakan Sejuta Data Budaya, klaim Malaysia atas budaya Indonesia kali ini adalah yang ke-23.
Jika melihat sejarah, hubungan Malaysia dan Indonesia pernah memasuki fase-fase terburuk. Pada tahun 1962, Indonesia sempat berkonfrontasi dengan Malaysia. Penyebabnya, Malaysia hendak menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan Persetujuan Manila.
Hal itu sontak mendapat penolakan dari Presiden Soekarno. Pemimpin besar revolusi itu bahkan menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk neo-kolonialisme dan imperialisme gaya baru yang akan mengancam kemerdekaan Indonesia.
Dengan lantang, sang proklamator saat itu menyebut Malaysia sebagai boneka Inggris dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Britania di kawasan tersebut.
Sikap keras Presiden Soekarno ditanggapi demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur pada 17 September 1963. Saat itu massa menyerbu KBRI merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Perdana Menteri Malaysia kala itu, Tuanku Abdul Rahman dan memaksanya untuk menginjak salah satu simbol negara Indonesia itu.
Sementara di Indonesia, gelombang ketidaksenangan terhadap Malaysia terus berkecamuk. Demonstrasi di dalam negeri pun merebak. Dalam buku 'Indonesian Communism Under Soekarno', massa Partai Komunis Indonesia (PKI), yang saat itu dekat dengan kekuasaan Presiden Soekarno, menjadi yang terdepan dalam demonstrasi. Poster-poster anti-Malaysia memenuhi Jakarta dan kota-kota besar lainnya, seperti Medan dan Surabaya.